Jumat, 17 Agustus 2012

Zayn Short Story 2


One Shot by Nae






"What?" dia tersenyum.

"Mmm, nope" I rolled my eyes. "K, don't look at me like that. Aku tak bisa berkonsentrasi nih."

"
It’s you face’s fault"

"What!? What
s wrong with my face?" aku mengalihkan pandanganku dari kanvas di depanku menghadap dia.

"Too pretty"


Pipiku memerah. Like
an apple. Aku membuang mukaku, mencoba berkonsentrasi terhadap lukisanku.

"Shut up, Zayn"


Ia terkekeh, mengetahui bahwa aku mem-blush.
"Can I ask you something?"


"What?" Mataku masih berkonsentrasi terhadap kanvasku.



"Kenapa suka melukis musim semi?"

Aku tersenyum.


"Heeey, looking at me" rengeknya.


"Wait, sentuhan terakhir"


setelah puas terhadap lukisanku, aku menghadapnya.
"What?"


"Kenapa kau suka musim semi?"


Aku hanya menaikkan alis dan tersenyum.
"Kenapa kamu menanyakannya?"


"Hey! I asked you first!"


"Ugh, don't be like a child. Just answer my question"
ia cemberut.

"Well, aku hanya tak mengerti mengapa kamu suka melukiskan daun-daun yang berguguran"

"Mm, mungkin karena aku lahir saat musim semi?"
"Lie! You born when summer!"
aku tak bisa menahan untuk tertawa.

"Guess it, Malik. You know why" kataku sambil membereskan peralatan melukisku,


"
Huh? Do I know it?"

"Yeah, you know"


"Tell me," rengeknya lagi
.

"I said, guess. Come on, i want to go home. Kau ada show kan sejam lagi"


Ia tetap memasang muka cemberutnya, Aku menahan tawa.


"Don't be like a child. Malik," aku membelai pipinya, menatapnya lembut.


"But
... i wanna be with you," Ia menatapku dengan mata cokelatnya, with his puppy face.

Aku harus menahan untuk tak mengatakan 'ya' karena permintaannya
"You can't. Kau ada show"


"Ugh, you're like daddy Liam now"


"Thanks" I giggled "Come oooon, or I'll call Louis or Niall" aku mengancamnya.


"UGH! Okeey. But.."


"But what?"


"Kiss me?


"No," aku menjawab hanya sedetik
setelah ia bertanya.



Ia cemberut lagi. "Please?"

Aku mendesah. Dengan cepat aku melayangkan ciuman di pipinya
"Now, we must go"


Senyumnya mengembang, ia berdiri lalu mengambil tasku dan menggenggam tanganku. Dengan cepat berjalan ke tempat di mana mobilnya berada.
selama perjalanan, Zayn bernyanyi. Menyanyikan lagu-lagu favoritku, aku berjalan di sampingnya, menunduk.
Aku akan merindukan kehangatan tangan ini.
Aku akan merindukan suaranya yang seperti alunan piano.
Aku akan merindukan matanya yang selalu menatapku lembut.
Aku akan merindukan hari-hariku yang biasanya di lalui dengannya di hutan dalam taman kota ini.
Aku akan merindukan Zayn Malik. Pasti.

"Elyn, wait." Ia menggenggam tanganku ketika aku membuka pintu rumahku.


"What?"


He kiss
es me softly. Singkat.

"Bye, love
you" Ia tersenyum. Meninggalkanku yang mematung di depan pintu rumahku sendiri. Aku tersenyum. Aku tak akan bisa terbiasa dengan kebiasaannya yang selalu membuat kupu-kupu di perutku terbang liar.

"Elyn?" Aku hampir terlonjak kaget ketika sebuah suara memanggilku dari dalam rumah.


"Oh? Yeah Mom" Aku masuk, menaruh peralatan lukisku di sofa dan memeluknya.


"Zayn ya?"


"Ye
p," Kenapa namanya saja bisa membuatku tersenyum lebar?

Mom tertawa melihatku, "You must sleep now, kau pasti capek"
Aku mengangguk, berjalan menuju kamarku dan langsung menikmati kasurku
.

"Oh ya Lyn." Mom muncul dari balik pintu
.

"Y
a?"

"Besok kita harus ke dokter ya, check up"




Oh ya, penyakitku.

Aku lupa.

Aku hanya mengangguk kaku,
Mom menatapku sedih.

Dalam waktu lima jam Zayn Malik membawaku ke mimpi indah. Tapi, kini aku harus kembali ke real life.

Penyakitku. Jantungku yang semakin tahun melemah. Yang semakin tak kuat untuk menghidupkan tubuhku lagi.

Penyakitku yang membuatku harus membuang mimpiku untuk menjadi pelukis terkenal.

Penyakitku yang akan pernah di ketahui oleh Zayn.
Air mataku meleleh. Zayn.

Satu-satunya orang yang membuatku percaya tentang 'what is love'

Orang yang bertemu denganku dua tahun yang lalu di hutan ketika daun berguguran.

Aku mengusap air mataku. Aku tak boleh menangis.
Aku harus sembuh.

Demi Mom, aku tak boleh meninggalkannya sendirian lagi. Mom cukup sedih dengan kehilangan Dad lima tahun lalu

Demi Zayn, satu-satunya orang yang kupercayai seumur hidupku.

Satu-satunya orang yang berjanji kepadaku "Kita akan bersama. Forever"

Ya, demi untuk hidup hingga aku mati seperti orang normal lainnya dan hidup dengan Zayn selamanya aku harus sembuh.






Aku pasti sembuh.





***three months latter

Aku putus dari Zayn,


Oke, faktanya aku yang memutusinya.

Penyakitku semakin parah. Efek-efek dari penyakit ini sudah terlihat jelas. Sudah seminggu ini aku di opname.


Dan aku tak mau melihat Zayn yang melihatku lemah seperti ini, ia pasti akan kelabakan.

Dia harus melupakanku.

Aku di vonis dokter tak akan bertahan lebih dari seminggu ini.

Mom histeris, berteriak dan menangis mendengarnya.


Aku?

Aku mematung mendengarnya. Aku tak tahu
harus berbuat apa.

Yang aku tahu, aku akan meninggalkan mom,
meninggalkan dunia ini.

Meninggalkan Zayn.

Dan dalam kurang dari s
atu jam itu, aku sudah memutuskan Zayn lewat telepon, dengan kejamnya aku berkata aku bosan dengannya dan tak mau berhubungan dengannya lagi.


Aku harus berkata seperti itu agar ia membenciku. Ia harus mencari perempuan lain yang tak penyakitan seperti aku.
Ia harus

"Lyn?"


"Yes mom?"


"Kau tak memberi tahu Zayn?"


Aku tersenyum. Sebisaku.
"No"


"Why?"


"Aku tak mau ia menangis melihat kondisiku."


Mom diam sebentar, "Do you like him?"


"No,"


Mom mematung, "But-"




"I love him mom, so much. Forever. Until I die."





***Two days later

Aku ada harapan hidup.

Dokter Will, mendapat pendonor jantung.

Dan jantung itu pas sekali denganku. Hanya tergantung tubuhku yang menolak atau menerima jantung baru itu.

Mom berteriak kegirangan mendengar kabar itu. Aku langsung tersenyum lebar

Aku. Ada. Harapan. Untuk. Hidup.


Dan itu berarti harapanku untuk melihat senyum lembut Zayn lagi akan ada.


"
Are you scared?"

"Of course,
Mom"

Mom tersenyum cemas, "Kau pasti akan sembuh"


"Yes," Aku tersenyum kepadanya


"
Umm, Elyn"

"yep?"


"
Do you want to see Zayn again?"

Aku terdiam. Ya, pasti.
"Yes, I want to see Zayn"


"Dan bagaimana kalau dia di sini sekarang?"


Aku melotot, "What? What ar-"


Dan aku melihatnya.

Menatapku dibalik pintu kamar pasien ini, dengan ekspresi yang tak terbaca.

Aku mematung. Mom melepas genggamannya dan tersenyum sambil berjalan menjauh
.

"Kau harus bertemu dengannya sebelum melakukan operasi. Harus"
Mom menghilang dari balik pintu. Zayn berjalan pelan ke arahku, ekspresinya menandakan ia..........



Kecewa?



"Hai" Aku menyapanya, ia berhenti agak jauh dariku. Cukup jauh untukku agar tidak bisa menyentuhnya,


Ah iya, ia tak akan mau di sentuh oleh orang penyakitan sepertiku.


"Mm.. Zayn, mm.." Aku tak tahu harus berbicara apa.


"Mm, sorry for...... Mm" Aku mulai merasakan air
mataku turun.


"Thank you so much" Aku tersenyum kepadanya. Senyum yang bisa aku berikan saat itu adalah senyum keikhlasan.


Bahwa meskipun aku bisa melewati operasi ini, ia tak akan kembali kepadaku.

"You can go now. Kau tak akan mau melihatku yang penyakitan ini" Aku menghapus air mataku dengan kasar. Marah dengan diriku sendiri.

Tapi Zayn tetap disana.


"Go Zayn go! I don't want to see your face. Go!!"
Tapi ia malah berjalan mendekat. Duduk di samping ranjangku dan menggenggam tanganku.



"I'm Zayn. I'm in love with someone. Her name is Melyna Hemsworth. Should I go when she i
s sick?


Aku membiarkan air mataku meleleh, membiarkan tangannya yang besar enggenggam tanganku.


"Haruskan aku pergi ketika ia melawan penyakitnya sendiri?"

Aku menggenggam erat tangannya



"Kenapa kamu tak memberitahuku, Elyn?"


Dan meledaklah tangisanku. Aku memeluknya, dengan mengucapkan
kata maaf secara terus menerus. Zayn mengusap punggungku, menenangkan aku.


"Shhh, you don't have to say sorry babe" "I'm in here, aku akan berada di sini sampai operasimu selesai. Okey?"
Aku mengangguk, dan tersenyum kepadanya.

"Dan, aku akan hidup denganmu selamanya. Forever"
Kini aku tersenyum kepadanya, tersenyum bahagia.

"Elyn, operasi akan di laksanakan" Mom muncul dari balik pintu. Aku tersenyum dan mengangguk, lalu ia menghilang lagi dari balik pintu.

"c'mon Aku bantu kau berdiri"


"Mm, Zayn"


"Yes?"


"Mm, jika aku gagal-"


"Nooo, don't say that. Kau pasti akan berhasil"


"No, you must to hear me" tegasku, akhirnya ia diam
.

"Jika aku gagal," aku menatap dia, menatap dalam ke matanya.
"Kau harus selalu percaya bahwa aku mencintaimu, Ok?"


Ia menghela napas "Aku selalu percaya itu, meskipun tak kau katakan"


Aku tersenyum kepadanya, ia membantuku duduk di kursi roda dan mendorongku menuju ruangan operasi
.

"Oh ya, aku tau kenapa kau selalu melukis musim semi"


Aku terkekeh, "Kenapa?"


"Karena kita bertemu di musim itu dua tahun lalu."


"Yes" Aku tertawa
.

"Dan ketika aku memintamu menjadi kekasihku setahun yang lalu"


"You're right. Malik" Tawaku lagi

"Malik, berhenti disini" Ia bingung. tapi tetap menurutiku berhenti di lorong yang sepi.
Zayn berjongkok di depanku, sehingga ia sejajar denganku.

"What?"

"I love you"

Ia tersenyum "I know that"
"so much"
"I know"
"Forever my life. Until I die"
Ia maju, membuat mataku dan matanya hanya berjarak beberapa inchi.

"Dan sekarang aku"

"Aku mencintaimu, forever my life, Until
l I die. I will always love you. Get it?"

Aku tersenyum "Yes"

And he kiss
es me.
I feel my butterflies in my stomach flying very liar.
And he kiss
es me in my forehead.

"Come
on, kau harus operasi. berjuang"

Aku terkekeh,
Aku tak akan takut apa-apa lagi. Kali ini, aku akan berjuang






Operasiku berjalan sekitar lima jam.

Dan itu berhasil.







Tapi.







Tubuhku menolak jantung baru itu.







Dan aku koma selama dua bulan.










Terakhir kali yang aku ingat adalah senyum Zayn dan senyum Mom ketika melihatku keluar dari pintu operasi.






Dan terakhir kali yang aku dengar adalah tangisan Zayn dan histeria Mom.




To Zayn Malik. I always see you from heaven.


I
will always love you. Don't forget it.


Just keep remember me, Your
Autumn.

Love you Xx




Feedback? :}
Sorry if a made mistake. MUAH! SALAM BARBEL ASTUTEY!




0 komentar:

Posting Komentar