Minggu, 14 Oktober 2012

Fantasy Fiction!

Ini bukan fanfict yaa... Jadi kayak cerita vampire semacem twilight okeokeoke

By Novi




Prolog
“Bangunlah. Ku mohon. Jangan meninggalkanku. Bertahanlah“ ucapnya padaku tetapi aku tidak bisa melihat jelas wajahnya. Aku hanya bisa merasakan tubuhku lemas sekali. Aku bisa melihat pakaian yang ku kenakan bersimbah darah. Dalam penglihatanku aku melihat orang-orang terlihat sangat kelaparan melihat luka-luka ku yang berdarah.
“Bertahanlah. Mereka yang akan menangani semuanya. Sekarang kita pergi dari sini. Darahmu terlalu menggiurkan bagi mereka. Aku akan mengobatimu“ aku tidak ingat apa-apa lagi aku merasa lemas sekali penglihatanku buram dan semuanya menjadi gelap.


Chapter 1
“Bagus sekali. Nona tukang tidur, ini kali ketiga kau tidur dikelasku“ omel seseorang yang suaranya sudah tidak asing bagiku. Aku membuka kedua mataku. Semua tatapan menuju ke arahku. Aku melihat ke arah Mrs. Becca tatapannya tajam sekali. Aku menduduk malu. Bodoh. Aku ingat ini ketiga kali aku tertidur dikelasnya. Aku yakin aku akan dihukum olehnya. Bel berbunyi.
“Kau nona tukang tidur ke ruanganku saat jam istirahat“ katanya sebelum meninggalkan kelas. Aku merutuki kebodohanku. Hukuman apa yang akan Mrs. Becca berikan padaku. Aku hanya menunduk pasrah.
“Apa yang terjadi denganmu?“ tanya Lea khawatir. Aku bisa meraskannya. Aku hanya tersenyum. Aku senang mempunyai sahabat sepertinya.
“Aku tidak apa-apa“ ucapku bohong. Lea menatapku heran.
“Kau tidak bisa berbohong denganku. Katakanlah apa yang terjadi padamu“ Lea tidak bisa dibohongi dia sudah sangat mengenalku.
“Aku tidak apa-apa. Hanya akhir-akhir ini aku sering bermimpi buruk dengan mimpi yang sama“
“Mimpi apa?“ tanyanya penasaran.
“Sudahlah ini tidak penting lagipula sekarang aku harus keruangan Mrs. Becca“ aku meninggalkan Lea yang terlihat masih kebingungan dengan tingkahku. Memang aku akui bukan hanya dia saja yang merasakan seperti itu aku pun begitu. Aku merasa saat mimpi itu menghantuiku. Aku menjadi penakut.
Aku menuju ke ruang Mrs. Becca dengan perasaan was-was. Aku sedang berpikir hukuman apa yang akan Mrs. Becca berikan padaku. Apakah aku disuruh membersihkan toilet. Tidak aku tidak mau mengerjakannya. Aku sudah berdiri didepan pintu ruangan Mrs. Becca. Dengan ragu aku mengetuk pintunya.
“Silahkan masuk” terdengar suara dari dalam. Suara Mrs. Becca.
Aku memasuki ruangannya.
“Silahkan duduk” aku duduk dikursi yang dipersilahkan Mrs. Becca.
“Apa yang terjadi denganmu?” tanyanya. Aku menunduk. Mengapa Mrs. Becca tidak langsung saja memberikan hukuman padaku. Aku tidak suka berbasa-basi seperti ini.
“Baiklah. Sepertinya kau ingin cepat-cepat menerima hukumanmu” aku tersenyum Mrs. Becca ternyata mengerti yang aku inginkan.
“Kau lihat tumpukan kardus disana?” aku melihat kea rah yang ditunjuk Mrs. Becca. Ada 5 kardus disana.
“Itu adalah buku-buku baru. Aku ingin kamu membawa dan menyimpan buku-buku itu diperpustakaan sepulang sekolah nanti. Ingat tidak boleh ada yang membantumu” aku hanya tersenyum kecut mendengarnya.
“Baik. Aku mengerti”
“Kau bisa kembali. Aku tahu kau kelaparan” kata Mrs. Becca.
“Terima kasih. Permisi” aku meninggalkan ruangan Mrs. Becca sebenarnya ruangannya cukup nyaman tetapi entahlah ada sesuatu yang membuatku tidak nyaman.
Aku langsung menuju kelas aku malas untuk pergi ke kantin dan mengantri makanan. Lagipula aku tidak lapar. Suasana dikelas sepi sekali sepertinya orang-orang sedang berburu makanan dikantin. Itulah yang membuatku malas berdesak-desakkan mengantri makanan dan mencari meja untuk makan. Mencari meja dikantin itu seperti mencari seseorang disebuah konser. Susah sekali. Aku duduk dikursiku menelungkupkan kepalaku. Tiba-tiba saja dihadapanku terdapat sebuah sandwich. Aku menelan ludahku. Perutku tidak bisa berkompromi denganku.
“Kau mau? Ambil saja aku sudah kenyang” katanya. Aku tetap menatap sandwich itu tanpa melihat siapa yang memberikannya. Aku ragu menerimanya. Aku takut aku sedang dijahili temanku. Mungkin saja mereka memasukkan sesuatu pada sandwich itu.
“Aku tidak meracuni sandwich ini makanlah sepertinya kau lapar” katanya. Aku mendongak untuk melihat siapa yang memberikannya. Wajahnya asing bagiku. Sepertinya aku baru melihatnya tetapi jujur dia tampan sekali rambut emasnya tidak tersisir rapi, matanya yang berwarna abu pucat, kulit putihnya yang juga pucat. Tubuhnya sangat proporsional. Aku yakin sekali dia menjadi idaman para perempuan disekolah ini.
“Kau siapa?” tanyaku.
“Aku Rowanskix. Aleron Rowanskix” nama yang unik sekali.
“Namaku Lunabelle Xavier. Panggil saja aku Luna”
“Nama yang bagus Luna” dia tersenyum padaku. Aku yakin senyumannya bisa membuat perempuan tergila-gila padanya. Aku hanya membalas senyum alakadarnya.
“Terima kasih” kataku sambil mengambil sandwich yang diberikannya. Dia hanya mengangguk dan tersenyum padaku. Lagi-lagi senyumannya itu. Untung saja aku bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta jika tidak sepertinya aku sudah menyukainya.
Kenapa aku baru sadar kalau ternyata ada murid baru dikelasku. Mungkin saat dia memperkenalkan diri aku tertidur dan posisi duduknya dia berada sejajar denganku hanya saja dia berada diujung sana. Aku memakan sandwich yang diberikan Aleron. Aku yakin ini adalah sandwich yang dibelinya dikantin. Aku sudah hapal sekali rasa sandwich dikantin. Tetapi aku tidak peduli. Perutku sudah meronta-ronta meminta makan. Aku baru sadar dari kemarin aku belum makan.
Lea dia datang sepertinya dia baru saja selesai makan. Aku yakin sekarang dia akan menghujaniku dengan seribu pertanyaan. Aku bingung mengapa aku bisa berteman dengan Lea yang selalu ingin tahu segalanya padahal aku tidak suka pada orang yang seperti itu tetapi Lea pengecualianku. Meskipun begitu aku menyayanginya. Dia sudah seperti saudara bagiku. Benar saja Lea langsung duduk didepanku.
“Mrs. Becca memberimu hukuman apa?” tanyanya penasaran.
“Sepulang sekolah nanti aku harus membereskan buku-buku yang ada diperpustakaan kau pulang saja nanti tidak perlu menungguku” Lea menatapku heran.
“Memang siapa yang akan menunggumu?” Aku mengatupkan rahangku. Benar, Lea tidak bilang apa-apa. Dia hanya menanyakan hukuman yang Mrs. Becca berikan. Aku hanya menatapnya kesal. Tiba-tiba saja aura wajah Lea berubah dia tampaknya sedang senang.
“Kau tahu Aleron?” tanyanya dengan mata yang berbinar-binar. Aleron? Hm, sepertinya aku pernah mendengarnya. Aku ingat dia yang memberikanku sandwich tadi.
“Dia yang duduk disana bukan?” aku menunjuk ke tempat duduk Aleron yang kosong.
“Bagaimana kau tahu? Saat dia memperkenalkan diri kau tertidur” Lea terlihat heran. Aku tidak menjawab. Aku malas jika diintrogasi seperti ini. Aku tahu Lea hanya bertanya padaku tetapi aku tidak suka jika dia sudah mulai banyak bertanya. Untung saja Lea tidak bertanya lebih lanjut mengenai Aleron. Karena tepat sekali Aleron datang. Dia tersenyum padaku. Aku tersenyum membalas senyumannya.

Suasana sekolah sudah agak sepi. Aku baru saja selesai memindahkan satu kardus masih tersisa empat kardus lagi. Lelah sekali. Keringat mengucur dipelupuhku. Aku membuka jaket denimku dan aku sekarang hanya memakai tanktop hitam dan celana jeans. Masa bodoh lagipula sekolah sudah lumayan sepi ini. Aku yakin jika semua buku-buku ini disatukan di kardus yang besar dan ditimbang beratnya tidak akan jauh beda dengan berat badanku. Aku bingung ini hukuman untukku atau Mrs. Becca sengaja membuatku menjadi kuli seperti ini. Aku sudah selesai memindahkan semua kardusnya. Sekarang aku harus menaruh buku-buku ini dirak. Aku mulai menyusun buku-bukunya dirak.

Aku menyimpan buku-buku dengan rapih dan memastikan bahwa semua buku sudah tersimpan ditempat yang benar. Aku memeriksa kembali dari daftar buku-buku yang baru tersebut. Kurang satu. Buku ensiklopedia. Aku lupa menaruhnya dimana. Bahkan aku lupa apakah aku sudah menaruhnya atau belum. Aku memeriksa sekali lagi dirak buku-buku ensiklopedia tetapi tidak ada. Sepertinya memang aku belum menyimpan buku itu. Benar. Saat akau melihat kedalam kardus masih tersisa satu buku lagi. Aku mengambilnya dan hendak menaruh buku ini. Aku melihat rak yang sudah penuh terisi dengan buku-buku. Aku harus menaruhnya dimana? Aku melihat ke rak bagian atas sepertinya jika dimasukkan satu buku lagi cukup.

Aku mencoba manaruhnya. Jatuh lagi jatuh lagi. Sial. Tubuhku kurang tinggi untuk menaruh buku itu. Aku terpikir untuk mencari tangga tetapi aku akan mencobanya satu kali lagi jika gagal aku akan mencari tangga. BUK. Buku itu jatuh dan tepat mengenai wajahku. Sial. Aku malas jika harus mencari tangga karena ini buku terakhir dan hukumanku selesai. Sedikit lagi ujung buku ini sudah menempel dengan rak. Aku berjinjit sedikit lagi. Aku merasakan tubuhku terasa dingin. Pantas saja saat tanganku menyimpan tanktopku sedikit terangkat dan sepertinya pinggangku kelihatan. Masa bodoh tidak ada yang melihatku ini. Ujung buku sudah masuk kedalam rak. Sedikit lagi. Tiba-tiba saja aku merasakan seseorang menarik buku itu. Buku itu terlepas dari tanganku.
“Maaf,Lea aku sudah bilang padamu kau tidak perlu membantuku. Ini buku terakhirku biarkan aku menyelesaikan hukumanku” kataku. Tidak ada jawaban.
“Namaku bukan Lea” ucapnya datar. Aku terdiam. Dari suaranya tidak mungkin Lea memiliki suara berat dan seksi ini. Aku menoleh menatap langsung matanya yang berwarna abu pucat. Aku terkejut sejak kapan dia berada disini dan siapa dia?
“Sebenarnya aku bukan untuk membantumu tetapi aku ingin meminjam buku itu” katanya tanpa ekspresi. Aku menatapnya. Sebenarnya aku tidak kuat menatap matanya tetapi mata dan wajah itu seperti candu bagiku. Aku tidak bisa berhenti menatapnya. Badannya sudah seperti atlet bahkan tinggiku hanya sebatas pundaknya.
“Begitu. Kalau begitu hukumanku sudah selesai” aku berjalan meninggalkannya.
“Tunggu” aku berhenti dan berbalik. Aku menaikkan alisku.
“Tidak. Aku Seth Roltofoax. Kau?” kali ini dia terlihat lebih sopan.
“Aku Lunabelle Xavier. Panggil saja aku Luna” aku melihat ke arahnya dia nampak terkejut.
“Benar dugaanku” gumamnya.
“Memang apa dugaanmu?” tanyaku. Dia memalingkan wajahnya tak menjawab.
“Apa yang ada dibahumu itu?” dia mengalihkan pembicaraan. Aku sudah tidak aneh jika orang-orang bertanya apa yang ada dibahuku. Seperti biasa aku akan menjawab dengan jawaban yang sama.
“Tato” jawabku singkat. Dia terlihat tidak percaya padaku.
“Kau yakin? Apa itu bukan tanda lahir?” dia mengintrogasiku. Aku diam.
“Ini tubuhku aku yang lebih tahu, dan ini bukan urusanmu” bentakku. Aku menyambar jaket dan tasku lalu pergi meninggalkannya. Sebelumnya tidak ada yang menyinggung mengenai tanda lahir ku itu. Memang, jika orang bertanya aku akan menjawab itu adalah tato. Mereka percaya tetapi ini pertama kalinya ada orang yang tidak percaya mengenai ‘tato’ itu.

“Paman, bibi aku pulang” teriakku saat memasuki rumah. Tidak ada jawaban. Biasanya jam segini paman sedang menonton tv dan bibi memasak. Tetapi tidak ada bibi didapur dan tv sedang dalam keadaan tidak menyala. Aku mengambil Coke dilemari es. Saat aku menutup ada sebuh memo.

Sayang, paman dan bibi ada urusan penting sekali. Kita akan kembali sebelum hari ulang tahunmu.
Aku mengernyitkan keningku. Lama sekali berarti paman dan bibi pergi selama 5 hari. Memang ada urusan penting apa mengapa mereka tidak member I tahuku. Sekarang, aku harus tinggal sendiri selama 5 hari. Bagus sekali, untung saja aku sudah besar tidak takut lagi saat ditinggal sendiri.

Aku baru saja bangun tidur. Sedikit terasa pusing. Biasanya bibi membangunkanku jika aku tertidur saat sore hari karena aku akan bangun saat malam hari. Karena aku akan terlambat bangun saat pagi hari. Aku melihat jam sudah pukul 9 malam benar saja. Aku lapar. Saat aku keluar kamar rumah dalam keadaan gelap. Tidak, aku takut gelap. Aku memberanikan diri untuk menyalakan lampu disetiap ruangan. Terakhir aku sampai didapur. Aku memasak spaghetti hanya itulah yang aku bisa. Untuk spaghetti sudah tersedia yang siap saji. Aku tinggal merebusnya saja. Sepertinya persediaan Bolognese siap saji sudah habis. Aku harus membuatnya sendiri. Untung saja aku sudah terbiasa membuat Bolognese sendiri.

Aku sudah selesai mencincang daging sapi dan sekarang tinggal bawang Bombay yang belum ku cincang. Dalam urusan mencincang seperti ini aku tidak terbiasa terkadang aku takut kalau malah tanganku yang kena potong. Mencincang bawang Bombay sebentar lagi selesai. Aku dikagetkan oleh suara seseorang yang mengetuk pintu dengan tidak sabaran membuat jari telunjukku teriris pisau. Perih sekali. Aku mencuci tanganku sebentar tetapi darah masih mengucur tidak mau berhenti. Masa bodoh. Lagipula siapa yang mengetuk pintu sekeras itu dan ada perlu apa?

Aku membuka pintu tiba-tiba orang yang ada didepanku jatuh tepat ke arahku. Aku kewalahan saat menahannya betapa tidak badannya besar sedangkan aku hanya setengah dari badannya sepertinya. Aku berusaha membuatnya berdiri. Aku merangkulkan tangannya kepundakku dan mendudukkanya disofa. Apa yang terjadi dengannya mengapa dia bisa selemas itu.
“Ha-haus” ucapnya parau. Aku menatapnya bingung. Jadi dia seperti ini karena dehidrasi.
“Sebentar, aku akan mengambilkan minum untukmu” tetapi dia malah menarik tangan kiriku.
“Tidak perlu aku tidak membutuhkannya. Aku hanya membutuhkan ini” aku mematung. Dia menarik jari telunjukku yang masih mengeluarkan darah. Dia menyeringai. Aku baru sadar dia mempunyai taring. Mahkluk apa dia sebenarnya? Dia memasukkan jari telunjukku ke dalam mulutnya. Terasa semua aliran darahku menuju jari telunjuk kiriku.
“Seth, a-apa yang kau lakukan?” dia tidak menjawab. Aku bisa melihat meskipun dia sedang menghisap darahku tetapi bibirnya membentuk sebuah senyuman.
“Hentikan Seth!” perintahku. Aku mencoba melepaskan tanganku dari mulut Seth. Tetapi pegangannya sungguh kuat. Aku tidak bisa melawannya. Aku merasa tubuhku lemas. Lututku tidak mampu menopang tubuhku. Aku terjatuh. Seth berhenti menghisap darahku. Dia terlihat khawatir. Tetapi semuanya menjadi gelap.

0 komentar:

Posting Komentar